LSM LPPDM Desak Polisi Umumkan Hasil Penyelidikan Dugaan Pelanggaran Sempadan Pantai di Labuan Bajo

suara-indonesia-nasional.com/Labuan Bajo – Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) mendesak aparat kepolisian, khususnya Polres Manggarai Barat dan Polda Nusa Tenggara Timur, untuk segera memberikan informasi resmi terkait perkembangan hasil penyelidikan atas dugaan pelanggaran sempadan pantai dan pengkaplingan tanah negara di wilayah pesisir Labuan Bajo.

Desakan itu disampaikan melalui surat resmi bernomor 05/LPPDM/VI/2025, yang dikirim langsung ke dua institusi kepolisian tersebut pada Senin, 16 Juni 2025. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Kapolri di Jakarta.

Ketua LPPDM, Marsel Nagus Ahang, dalam suratnya meminta diterbitkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) sebagai bentuk akuntabilitas atas laporan pengaduan yang telah disampaikan dua bulan sebelumnya.

“Kami ingin mengetahui sejauh mana proses hukum terhadap laporan dugaan pelanggaran sempadan pantai dan pengkaplingan tanah negara di Labuan Bajo. Sudah dua bulan berlalu sejak kami melapor, dan hingga kini belum ada kejelasan,” ujar Marsel, yang juga seorang advokat.

Menurutnya, laporan yang diajukan oleh LPPDM menyasar sejumlah hotel dan resort ternama di pesisir Labuan Bajo yang diduga menyalahi aturan tata ruang dan mengkapling tanah negara secara ilegal.

Daftar objek yang dilaporkan antara lain: Atlantic Beach, The Jayakarta Suites, Sudamala Resort, Puri Sari Beach, Luwansa Beach Resort, Bintang Hotel, La Prima Hotel, Pelataran Komodo, Sylvia Resort, Komodo Ayana Resort, Wae Cicu Beach Inn, JW Marriott Labuan Bajo, serta Ta’aktana Luxury Collection Resort Labuan Bajo.

Marsel menyebut, laporan ini dilandasi kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan dan penyusutan ruang publik pesisir yang seharusnya menjadi milik bersama. Ia juga menyoroti potensi kerugian negara akibat alih fungsi tanah negara untuk kepentingan privat.

“Labuan Bajo ini bukan hanya milik investor dan resort. Ini milik rakyat. Ada undang-undang yang melindungi sempadan pantai. Kalau tanah negara dikapling seenaknya, ini bisa jadi bentuk perampasan,” tegasnya.

Dalam surat tersebut, LPPDM meminta kepolisian untuk menjelaskan tujuh poin utama, antara lain: status penyelidikan, hasil temuan awal, tindakan yang sudah diambil, kendala yang dihadapi, rencana tindak lanjut, estimasi waktu penyelesaian, dan koordinasi dengan instansi teknis terkait seperti BPN dan Dinas Lingkungan Hidup.

Marsel juga mengingatkan bahwa permintaan SP2HP ini memiliki landasan hukum yang kuat, di antaranya: Pasal 109 KUHAP, PP No. 27 Tahun 1983, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Perkapolri No. 6 Tahun 2019.

Ia berharap aparat penegak hukum tidak hanya serius menangani kasus ini, tetapi juga transparan kepada masyarakat sebagai bagian dari prinsip keterbukaan informasi dan keadilan lingkungan.

“Kami tidak ingin hukum tebang pilih. Kalau rakyat kecil melanggar, cepat diproses. Tapi kalau pelanggar adalah pemilik modal besar, semua diam. Itu yang ingin kami ubah,” pungkas Marsel.

Sampai berita ini diturunkan, pihak Polres Manggarai Barat maupun Polda NTT belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan SP2HP yang dilayangkan LPPDM. Infotimur.id akan terus mengikuti perkembangan kasus ini.

(Red)

Related posts
Tutup
Tutup